Essays.club - Dissertations, travaux de recherche, examens, fiches de lecture, BAC, notes de recherche et mémoires
Recherche

Le Rouge et Le Noir (Ch. 16)

Par   •  6 Décembre 2018  •  1 639 Mots (7 Pages)  •  509 Vues

Page 1 sur 7

...

Keduanya merasakan keraguan akan perasaan cinta, terutama Julien, ia berkali-kali menanyakan dirinya sendiri tentang cintanya kepada Mathilde, yang ditunjukkan pada kalimat (Au fait, que m’importe! Est-ce que je l’aime?), pertanyaan ini jelas menunjukkan keraguan Julien, walaupun ia merasa tidak mencintai Mathilde, ia tetap merasa senang dan bangga akan keberasilannya memikat putri bangsawan. Sedangkan di sisi Mathilde, tindakan berani Julien menyelinap ke kamarnya membuat ia berpikir bahwa Julien mencintainya dan pada akhirnya ia menjadi kekasih Julien (Ah! Que cet homme est digne de tout mon amour! pense-t-elle), (Elle avait décidé que s’il osait arriver chez elle avec le secours de l’échelle du jardinier, ainsi qu’il lui était prescrit, elle serait toute à lui), (...Mathilde finit par ètre pour lui une maîtresse aimable). Akan tetapi, meskipun pada awalnya ia yakin bahwa Julien mencintainya, bab ini berakhir dengan keraguan Mathilde pada Julien, yang ditunjukkan oleh kalimat (Me serais-je trompée, n’aurais-je pas d’amour pour lui? Se dit-elle).

Alur yang digunakan penulis pada kisah ini adalah alur maju, yang bisa dilihat melalui urutan kejadian ketika Julien berusaha masuk ke kamar Mathilde. Alur maju ditunjukkan pula oleh keterangan waktu yaitu pukul 11, pukul 1 kemudian pukul 1 lewat 5 menit. Hanya ada sedikit alur mundur atau flashback yang terdapat dalam bab ini yang ditandai dengan penggunaan keterangan waktu lampau seperti, hier soir pada kaliamat (Avec quelle hauteur il me regardait hier soir au café Tortoni,...), dan penggunaan modus imparfait dan plus-que-parfait pada kalimat (Ce n’était pas, il est vrai, cette volupté de l’amê qu’il avait trouvée quelquefois auprès de Mme de Rênal),

Sedangkan sudut pandang pada cerita ini adalah sudut pandang orang ketiga, dapat dilihat dari banyaknya penggunaan subjek orang ketiga tunggal (il/elle).

Tema yang diangkat pada bab ini adalah mengenai ketidakpastian perasaan yang dimiliki oleh baik Julien maupun Mathilde kepada satu sama lain. Mathilde berpikir bahwa ia menyukai Julien, mengirimkannya surat cinta dan memintanya untuk menemuinya. Meskipun Julien menjawab permintaan Mathilde, ia sebenarnya tidak memiliki perasaan apapun terhadap Mathilde selain perasaan bangga telah berhasil memikat seorang putri bangsawan dan menjadikannya kekasih. Dan di akhir kisah pada bab ini pun Mathilde yang telah menjadi kekasih Julien mempertanyakan apakah sebenarnya ia mencintai Julien atau tidak.

Cerita ini mengajarkan bahwa tidak baik menggunakan cinta hanya demi mendapatkan apa yang kita inginkan, seperti menaikan status sosial atau kepentingan politik. Jangan pula terburu-buru dalam mengambil keputusan, apabila kita tidak yakin sebaiknya pikirkan hal itu dengan bijak, jangan mudah terhasut oleh hal-hal yang hanya terlihat baik dari luar saja, karena kita belum mengetahui apa yang sebenarnya. Dalam hal ini cinta, tokoh Mathilde dengan mudahnya jatuh hati oleh ketampanan dan kecerdasan Julien, tetapi ia tidak mengetahui sifat lelaki itu yang sebenarnya, ia memang laki-laki yang tampan dan cerdas namun dibalik itu, ia memiliki ambisi yang besar untuk menaikkan status sosialnya dengan berlaku munafik. Ia menipu Mathilde dengan berpura-pura mencintainya, sehingga Mathilde akhirnya menjadi kekasihnya. Itu semua ia lakukan agar ia bisa berada pada status sosial yang sama, dan dengan begitu ia merasa bangga.

Nilai sosial yang dominan pada kisah ini adalah nilai etika dan nilai moral. Ukuran terhadap nilai etika terletak pada keindahan suatu perilaku dalam interaksi sosial yang ada. Nilai etika mengajarkan orang untuk berbuat baik dalam interaksi dengan sesama, artinya nilai etika akan melibatkan penilaian orang lain terhadap perbuatan seseorang yang ditujukan kepada orang lain (Soeroso, 2008: 43). Sedangakan moral adalah suatu keyakinan tentang benar salah, baik dan buruk, yang sesuai dengan kesepakatan sosial, yang mendasari tindakan atau pemikiran (Ibung, 2009: 3). Menurut Soeroso (2008: 44) nilai moral adalah pengetahuan atau pengertian yang terkait dengan penilaian patut tidak patut, atau layak tidak layak suatu perbuatan dilakukan. Nilai etika yang terdapat dalam bab berjudulUne heure du matin yaitu pada perilaku Julien. Ia secara diam-diam masuk ke kamar Mathilde de La Mole. Meskipun ia merasa takut, tetapi ia tetap melakukannya. Yang kita ketahui Julien bekerja pada keluarga Marquis de La Mole sebagai sekretaris. Jika dipandang dari status sosialnya, seharusnya Julien tidak melakukan tindakan itu. Ia seharusnya menjaga perilakunya dengan tidak memanfaatkan kesempatan mendekati Mathilde de La Mole. Sepatutnya ia bisa bersikap profesional, akan tetapi karena ia memiliki niat lain makan ia melakukannya. Begitu pula dengan Mathilde, sebagai seorang wanita keturunan bangsawan, ia semestinya bisa menjaga sikap dengan tidak membawa masuk laki-laki ke kamarnya secara diam-diam. Lagipula ia hanya terbuai dengan kebaikan Julien yang, sedangkan ia tidak tahu niat Julien yang sebenarnya, ia pun tidak mengetahui bahwa Julien sebenarnya tidak mencintainya saat itu. Sementara itu nilai moral yang dapat kita ambil sebagai pelajaran yaitu sifat munafik Julien, ia melakukan manipulasi untuk mencapai kehendaknya. Ia berpura-pura mencintai Mathilde agar bisa masuk ke dalam status sosial yang lebih tinggi.

Daftar Pustaka

Ibung, Dian. 2009. Mengembangkan Nilai Moral pada Anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Soeroso, Andreas. 2008. Sosiologi 1. Jakarta:

...

Télécharger :   txt (10.9 Kb)   pdf (53.2 Kb)   docx (14.3 Kb)  
Voir 6 pages de plus »
Uniquement disponible sur Essays.club